Minggu, 12 Februari 2012

BERFIKIR TENTANG BERFIKIR


Oleh Frans Lubis MM CM-NLP. Motivator Ter-SaDIS di Indonesia dari www.marsforleaders.com
Kita lebih banyak mengatur otak kita atau diatur oleh otak kita, banyak yang menjawab EGP, emang gua pikirin ! Hahaha….

Tapi sekarang sudah saatnya untuk mulai berpikir, how to run our own brain. Berpikir bukan lagi rutinitas biasa, berpikir bukanlah spontan apa adanya. Berpikir adalah suatu ketrampilan, suatu keahlian yang bisa dilatih sesuai dengan kemauan kita. Jadi, mulailah dengan terlebih dahulu mengenal ada apa dalam pikiran kita.

Pada bumi yang sudah cukup sibuk ini, tentu kita tidak perlu berpikir seruwet itu. Berpikir tentang berpikir. Untuk apa berpikir tentang cara kita berpikir ketika kita mau makan, ketika kita sedang berpikir atas sesuatu. Bayangkan, anda sedang berpikir tentang bagaimana anda akan berpikir tentang suatu rencana. Weleh .. weleh…Berpikir tentang berpikir ini perlu ketika muncul permasalahan, hanya ketika muncul masalah. Ingat, masalah itu muncul jika dipermasalahkan. Kalau begitu, mana yang duluan, masalah dulu atau mempermasalahkannya?

Ketika anda sedang berpikir tentang masalah, maka anda telah mempermasalahkannya. Dan ketika anda sedang bermasalah dengan masalah tadi, anda benar-benar telah berada dalam masalah. Bingung ?

Yes .. karena memang orang bermasalah itu selalu bingung, dan karena bingung itulah anda berusaha mencari jalan keluarnya. Tapi ada juga orang yang suka bingung, lalu bingung kenapa kok dia bingung terus tidak ada habisnya, makanya dia jadi kebingungan.

Contoh yang paling sederhana adalah orang yang dikatakan gila atau tidak waras. Mereka tidak merasa bermasalah karena memang tidak pernah mempermasalahkan kewarasannya, justru kita yang waras ini yang mempermasalahkan ketidakwarasan mereka. Akibatnya kita yang bermasalah ketika bertemu dengan mereka, menghindar, takut, jijik .. dan lain sejenisnya. Ujung-ujungnya adalah, the map is not the territory!
Ini adalah presupposition pertama bagi NLPers, ayat no. 1 dalam pedoman NLP. Padahal kalau mau diruntut, sama dengan teori eksistensi yang mengatakan bahwa kosong itu isi dan isi itu kosong. Sama seperti teori quantum physics yang mengatakan bahwa semua itu berawal dari pikiran kita yang menjadikannya nyata. Atau sama dengan omongan banyak orang, hidup ini hanya ilusi !

Ilusi semacam apa yang anda inginkan untuk hidup yang hanya sekali ini ? Untuk hidup yang hanya sekali ini ? Tentu anda ingin yang terbaik, karena hidup ini tidak bisa berulang. Ya, karena hidup ini tidak berulang – banyak orang yang mengartikannya sebagai hanya satu kesempatan. Dan kesempatan ini perlu dimanfaatkan sebaik mungkin. Kata sebaik mungkin ini sering membuat saya merinding, karena ketika menjadi yang ‘terbaik’ orang jadi lupa apa yang menjadi ‘tidak baik’. Ketika menjadi kaya, orang lupa bagaimana rasanya miskin. Ketika orang ingin sukses, tidak ada lagi dalam kamusnya kata ‘susah’ dan lupa akan proses yang perlu dilalui. Akibatnya, begitu mengalami sedikit susah mereka sudah merasa tidak sukses alias gagal. Ketika belum kaya mereka sudah merasa miskin. Ketika belajar tentang yang baik mereka langsung memvonis ada yang tidak baik atau jahat.

Banyak orang menginginkan keberhasilan, sukses ! Sukses menjadi tujuan nomor satu, berebut dengan kata ’sehat’. Umumnya kedua kata ini selalu menempati 2 peringkat utama bila berada dalam deretan pilihan tujuan yang diinginkan. Tapi pada intinya, apa arti dan nilai kedua kata tersebut bagi pribadi yang bersangkutan ?

Kembali lagi hanya ilusi, karena jujur banyak orang hanya bercermin pada kesuksesan dan sehatnya orang lain. Atau juga pada keadaan fisik dirinya yang cukup sehat alias tidak sakit dibandingkan orang lain, dan juga tidak segagal orang lain. Semuanya hanyalah sebuah acuan atas keberadaan orang lain, dan atas diri sendiri – umumnya atas diri sendiri dari masa lalu hingga sekarang.

Tepatnya, tidak ada konsep pasti atas apa kesuksesan dan kesehatan yang akan menjadi kenyataannya di masa mendatang. Semua ini membuktikan bahwa apa yang kita lakukan adalah hanya dalam bentuk konsep pemikiran. Apa yang kita pikir nyata sebenarnya tidak nyata, tapi kita berusaha menjadikannya nyata, menganggapnya nyata – atau malah kita menerima kenyataan bahwa apa yang kita pikirkan adalah kenyataan. Bahwa the map is territory.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar